PSK dan sopir TAXI

DIMAS Salim, seorang duda berusia tiga puluh
enam tahun yang sehari-hari bekerja sebagai sopir taksi Orange. Wajahnya
tampan, namun terlihat begitu kesepian karena hidupnya memang kesepian.
Tubuhnya tinggi tegap seperti tentara. Sudah delapan tahun ia bekerja sebagai
sopir taksi malam untuk mengusir kesepian, sejak sang isteri tewas gantung diri
delapan tahun silam. Sejak saat itu juga DIMAS menutup diri terhadap perempuan.
Malam ini, ketika taksi DIMAS melaju pelan di depan
gedung BUMN kota Mahaka, ia mendapatkan dua penumpang, laki-laki dan perempuan
dewasa yang sama-sama mengenakan seragam PNS. Yang laki-laki bernama Rauf,
sedangkan yang perempuan bernama Sarah. Itu terlihat dari tage-name yang menempel di seragam PNS mereka. DIMAS berpikir
mereka adalah sepasang suami isteri yang bekerja di tempat yang sama. Namun ada
yang aneh dengan mereka setelah keduanya naik dan duduk di jok belakang taksi
milik DIMAS. Saat taksi sudah mulai berjalan, keduanya terlihat saling
berpelukan dan berciuman begitu liar. Bagaiman sepasang kekasih yang
melampiaskan kerinduan mereka setelah bertahun-tahun berpisah. DIMAS hanya diam
saja dan melirik mereka dari kaca spion tengah. Ia mulai mencium aroma skandal.
Tapi itu bukan urusannya. Tugasnya hanya mengantar penumpang sampai ke ke
tujuan.
Setengah jam kemudian, Sarah turun di depan rumah
susun Tulsa, sementara Rauf tak ikut turun dan menyuruh DIMAS untuk
mengantarnya ke kompleks perumahan elite di Tulsa Barat. Sekarang DIMAS yakin
jika Rauf dan Sarah bukanlah sepasang suami isteri, karena mereka tinggal di
tempat yang berbeda.Ketika sampai di depan rumahnya, Rauf dipanggil isteri
dan kedua anaknya yang berdiri di depan rumah. DIMAS mengamati mereka dari
dalam taksi dengan mata nyalang tak percaya.“Apa mereka isteri dan anak-anak anda?”Tanya DIMAS,
pada Rauf saat pria itu membayar argo taksinya.Rauf terlihat panik dan tangannya gemetaran. Ia takut
jika DIMAS akan membongkar perselingkuhannya pada sang isteri. Rauf lalu
spontan menambah uang argo taksinya sebagai uang tutup mulut. DIMAS hanya
tersenyum, dan segera pergi menjalankankan taksinya.

Sampai di pom bensin, DIMAS beristirahat sebentar dan
pergi ke toilet untuk buang air kecil. Tak disangka, ia melihat lubang kecil di
papan tembok sebelah kanan. DIMAS pun langsung keluar dari bilik itu dan
mendatangi bilik di sebelahnya. Rupanya ada seorang remaja punk“gay” yang bersembunyi disana, dengan membawa kamera. Ia sengaja merekam
setiap pria yang menggunakan bilik toilet dengan tujuan yang tidak baik. DIMAS
langsung menghajarnya hingga wajahnya babak belur, lalu merampas kameranya.
Ternyata di kamera itu tersimpan banyak berkas video pria-pria yang sedang
buang air, mandi, atau masturbasi di dalam toilet. DIMAS merasa ingin muntah saat menontonnya dan langsung menghapus semua berkas video itu. Ia lalu
pergi meninggalkan toilet dan menghampiri taksinya yang terparkir di halaman
pom bensin.
DIMAS melihat ada UCOK, seorang pemuda yang tak
dikenalnya, berdiri di sebelah taksinya, sambil membaca Koran Harian Mahaka.
Entah apa isi tas ranselnya yang terlihat begitu berat di punggungnya itu.“Apa kau sopir taksinya?”“Benar.”“Kalau begitu, tolong antar aku ke Marmara. Usahakan
jangan lewat jalan protokol. Karena aku sedang menghindari polisi.”DIMAS mengangguk dan langsuk masuk ke dalam taksinya,
begitu juga dengan UCOK yang langsung masuk dan duduk di jok depan, sebelah jok
kemudi.“Kenapa anda tak duduk di jok belakang?”Tanya DIMAS,
penasaran, sambil menghidupkan mesin taksinya.“Tidak. Aku lebih suka duduk di depan.”Jawab UCOK,
dengan wajah berkeringat, sambil duduk memangku tas ranselnya begitu erat. Ia
lalu membuang korannya ke jok belakang. DIMAS sempat melirik tas ransel yang
dirangkul UCOK, dan penasaran dengan apa isinya. Tapi DIMAS tak berani
menanyakannya. Ia pun menjalankan taksinya menuju Marmara.Sepanjang perjalanan, UCOK terus mengoceh tentang aksi
perampokan di taksi akhir-akhir ini di kota Delta. Kebanyakan korbannya adalah
perempuan. Nada bicaranya biasa saja, tapi itu cukup membuat DIMAS tak nyaman,
dan tersindir karena DIMAS juga berprofesi sebagai sopir taksi. Dan keadaan
seperti itu berakhir ketika taksi yang dikemudikan DIMAS hampir memasuki
jembatan sungai Delta.Samar-samar terlihat lampu polisi dari kejauhan.
“Sepertinya ada razia di depan sana.” UCOK terlihat panik dan meminta agar DIMAS
menghentikan taksinya. DIMAS terlihat kebingungan, “Katanya Anda ingin ke
Marmara. Tapi ini masih di Delta. Masih tiga kilometer lagi.”UCOK tak mau tahu. Ia langsung mengeluarkan uang dan
membayar argo taksi DIMAS. Setelah itu ia turun dari taksi, dan berlari dengan
membawa tas ranselnya, memasuki perkampungan di sebelah kanan jalan.
Ekspresinya seperti penjahat yang panik saat melihat polisi.DIMAS tak ambil pusing, karena uang yang diberikan UCOK
ternyata lebih dari argo taksinya. Ia pun langsung membawa taksinya berputar
balik ke kota Delta.Di tengah perjalanan, taksi yang dikemudikan DIMAS
melaju pelan di belakang mobil polisi yang melaju kencang di depannya. Dari
belakang terlihat jika polisi itu sedang bersama seorang gadis. Polisi itu lalu
menepikan mobilnya di sekitar hutan pinus, dan menyuruh gadis yang ada di dalam
mobilnya keluar. Terjadi sedikit keributan. Bahkan Sang Polisi mendorong Si Gadis
ke pinggir jalan dengan kasar. Setelah itu sang polisi pergi begitu saja dengan
mobilnya.Nama gadis itu MUTIARA, seorang pekerja seks komersial
berusia 25 tahun, yang baru saja melayani seorang oknum polisi yang memiliki
kelainan Sadomasokis. Karena pelayanan seksual dari MUTIARA kurang memuaskan,
polisi itu menurunkannya di tengah jalan tanpa bayaran. Padahal wajah MUTIARA
sudah babak belur dihajarnya saat melakukan seks oral sepanjang perjalanan dari
Marmara ke Delta. Gadis itu benar-benar rugi, dan sekarang ia ketakutan, karena
diturunkan di hutan pinus yang sepi, gelap, dan rawan kejahatan. Sampai
akhirnya datang taksi Orange yang dikemudikan DIMAS.
Dengan manisnya, DIMAS menawarkan taksinya untuk
mengantar MUTIARA pulang. Gadis itu diam saja, lalu mengeluarkan ponsel
berkameranya, dan memotret plat nomor polisi juga nomor pintu taksi itu, dan memunggah fotonya ke media sosial
pribadinya. Setelah itu ia baru mau naik ke dalam taksi, dan minta diantarkan
ke Distrik Silla, kota Delta.
Sepanjang perjalanan, MUTIARA hanya diam dan melamun.
Kepalanya ditempel ke kaca jendela samping, dan matanya terpejam sambil
menangis. Diam-diam DIMAS memperhatikanpose MUTIARA saat duduk lewat kaca spion tengah. Gadis itu
duduk terlalu ngangkang. Kedua kakinya terbuka,
dan paha mulusnya terlihat jelas karena ia mengenakan rok mini yang tipis.
Bahkan celana dalamnya yang berwarna merah juga terlihat. Ditambah baju atasnya
yang berbebelahan dada rendah. Payudara bagian atasnya terlihat menyembulbesar dan menggoda. Berkali-kali DIMAS menelan ludah dan menahan birahinya. Ia lalu mengambil kamera yang dirampasnya dari remaja punk di
toilet pom bensin tadi, dan meletakkannya tersembunyi di dekat jok. DIMAS sengaja merekam MUTIARA dengan kamera itu, sampai
akhirnya MUTIARA membuka mata.
MUTIARA menemukan Koran Harian Mahaka milik UCOK yang
tertinggal di jok belakang. Gadis itu mengambil dan membacanya. Wajahnya
langsung berubah ketakutan saat membaca berita utama di halaman depan, tentang
aksi perampokan dan pemerkosaan penumpang wanita di dalam taksi malam di kota
Delta. MUTIARA mulai terpengaruh. Muncul ketakutan dan kecurigaan di dalam
pikirannya sendiri tentang taksi yang sedang dinaikinya sekarang. Ia pun
mencoba untuk membuka pintu yang ada di sebelahnya. Ternyata pintunya terkunci
rapat. Ia juga melihat kaca film jendelanya yang begitu gelap. Duapertanda yang sama persis seperti kronologi
aksi perampokan dalam taksi di berita yang baru dibacanya di koran.
“Kenapa Mbak?”Tanya DIMAS, sambil menatap MUTIARA
dengan begitu tajam lewat kaca spion tengah.“Kenapa pintunya terkunci dan tak bisa kubuka? Ini
tidak benar. Cepat hentikan taksinya! Aku turun disini saja!”Balas MUTIARA, panik, sambil mengeluarkan uang untuk membayar argo taksinya.
Setelah itu ia mengeluarkan ponsel dan berusaha
menghubungi temannya, namun baterai ponselnya lemah dan akhirnya mati.
“Kita belum sampai. Distrik Silla masih jauh di utara
sana.”“Tidak. Aku mau turun disini saja! Hentikan taksinya
sekarang juga!”Bentak MUTIARA, marah, takut, sambil berusaha membuka pintu
belakang taksinya.Karena pintu itu masih terkunci, MUTIARA akhirnya
menggedor-gedor kacanya.“Tolong kendalikan diri Anda…..!”“Berhenti atau aku akan berteriak? Tolong……!”“Mbak ini kenapa?”Bentak DIMAS, marah, lalu
menghentikan taksinya di pinggir jalan.“Firasatku berkata ini tidak benar. Sebaiknya aku
turun dari taksi ini. Jika kau macam-macam, aku sudah memunggah foto plat nomor
juga nomor pintu taksimu ke akun twitterku. Itu artinya ada bukti jika aku
pernah naik taksi ini. Kalau sampai terjadi apa-apa dengan diriku, polisi akan
mencarimu.”DIMAS terlihat marah, hingga wajahnya memerah dan
tegang seperti singa. Ia langsung membuka pintu belakang taksinya.
Setelah itu MUTIARA buru-buru turun dari taksi itu dan berlari mencegat taksi
lainnya, Taksi Purple, yang kebetulan melintas di depannya.

* * *MUTIARA mengira dirinya sudah selamat setelah keluar
dari taksi Orange milik DIMAS, tapi ternyata dia
keliru besar. Taksi Purple yang dinaikinya malah membawanya ke taman kota yang
sepi dan gelap. Di sana muncul tiga pria berbadan tinggi kekar, yang merupakan
kawanan sopir taksi yang dinaiki MUTIARA. Dan
mereka adalah pelaku perampokan sekaligus pemerkosaan beberapa penumpang wanita
akhir-akhir ini di kota Delta.
“Tolong………!”Teriak MUTIARA, saat berhasil lolos dari
cengkraman mereka.MUTIARA berlari menghampiri jalan raya. Kebetulan
taksi Orange yang dikemudikan DIMAS melintas. DIMAS pun langsung turun dari
taksinya untuk menolong MUTIARA. Setelah itu terjadi perkelahian sengit antara DIMAS
melawan empat pria yang berusaha mencelakai MUTIARA. Satu lawan empat bukanlah
pertarungan yang imbang. MUTIARA akhirnya ikut campur, dengan mengambil balok
kayu dan memukulkannya ke kepala sopir taksi yang akan menusuk punggung DIMAS
dengan pisau lipat dari belakang. MUTIARA lalu menarik tangan DIMAS dan
mengajaknya kabur, karena tak mungkin DIMAS bisa mengalahkan empat rampok itu. Kaburlah mereka berdua dari taman kota menggunakan taksi Orange milik DIMAS.
Sampai di depan rumah susunnya yang ada di Distrik
Silla, MUTIARA mengajak DIMAS ke kamarnya untuk mengobati luka di tangannya. Di
kesempatan itu juga MUTIARA meminta maaf karena sudah menuduh DIMAS akan
berbuat jahat pada dirinya. Padahal kenyataannya, sopir taksi lain yang
mencelakainya, dan DIMAS yang menolongnya.“Tidak semua sopir taksi itu seperti yang disebutkan
berita dalam koran.”MUTIARA mengangguk dan mengucapkan terimakasih, sambil
memberi DIMAS secangkir kopi. MUTIARA lalu menyalakan televisi. Kebetulan
acaranya berita malam, yang sedang menayangkan berita teraktual di kota Delta
malam ini.Telah terjadi ledakan bom bunuh diri di depan kantor
walikota Marmara, yang diketahui dilakukan oleh seorang pemuda dengan membawa
tas ransel berwana hitam. DIMAS tercengang saat menonton berita itu. Ia
teringat pada UCOK, pemuda yang membawa tas ransel hitam, yang menumpang
taksinya beberapa jam yang lalu.“Ya ampun. Jangan-jangan
pemuda itu……!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar