Cari Blog Ini

Senin, 15 April 2013

PSK dan sopir TAXI


DIMAS Salim, seorang duda berusia tiga puluh enam tahun yang sehari-hari bekerja sebagai sopir taksi Orange. Wajahnya tampan, namun terlihat begitu kesepian karena hidupnya memang kesepian. Tubuhnya tinggi tegap seperti tentara. Sudah delapan tahun ia bekerja sebagai sopir taksi malam untuk mengusir kesepian, sejak sang isteri tewas gantung diri delapan tahun silam. Sejak saat itu juga DIMAS menutup diri terhadap perempuan.
Malam ini, ketika taksi DIMAS melaju pelan di depan gedung BUMN kota Mahaka, ia mendapatkan dua penumpang, laki-laki dan perempuan dewasa yang sama-sama mengenakan seragam PNS. Yang laki-laki bernama Rauf, sedangkan yang perempuan bernama Sarah. Itu terlihat dari tage-name yang menempel di seragam PNS mereka. DIMAS berpikir mereka adalah sepasang suami isteri yang bekerja di tempat yang sama. Namun ada yang aneh dengan mereka setelah keduanya naik dan duduk di jok belakang taksi milik DIMAS. Saat taksi sudah mulai berjalan, keduanya terlihat saling berpelukan dan berciuman begitu liar. Bagaiman sepasang kekasih yang melampiaskan kerinduan mereka setelah bertahun-tahun berpisah. DIMAS hanya diam saja dan melirik mereka dari kaca spion tengah. Ia mulai mencium aroma skandal. Tapi itu bukan urusannya. Tugasnya hanya mengantar penumpang sampai ke ke tujuan.
Setengah jam kemudian, Sarah turun di depan rumah susun Tulsa, sementara Rauf tak ikut turun dan menyuruh DIMAS untuk mengantarnya ke kompleks perumahan elite di Tulsa Barat. Sekarang DIMAS yakin jika Rauf dan Sarah bukanlah sepasang suami isteri, karena mereka tinggal di tempat yang berbeda.Ketika sampai di depan rumahnya, Rauf dipanggil isteri dan kedua anaknya yang berdiri di depan rumah. DIMAS mengamati mereka dari dalam taksi dengan mata nyalang tak percaya.“Apa mereka isteri dan anak-anak anda?”Tanya DIMAS, pada Rauf saat pria itu membayar argo taksinya.Rauf terlihat panik dan tangannya gemetaran. Ia takut jika DIMAS akan membongkar perselingkuhannya pada sang isteri. Rauf lalu spontan menambah uang argo taksinya sebagai uang tutup mulut. DIMAS hanya tersenyum, dan segera pergi menjalankankan taksinya.



Sampai di pom bensin, DIMAS beristirahat sebentar dan pergi ke toilet untuk buang air kecil. Tak disangka, ia melihat lubang kecil di papan tembok sebelah kanan. DIMAS pun langsung keluar dari bilik itu dan mendatangi bilik di sebelahnya. Rupanya ada seorang remaja punk“gay” yang bersembunyi disana, dengan membawa kamera. Ia sengaja merekam setiap pria yang menggunakan bilik toilet dengan tujuan yang tidak baik. DIMAS langsung menghajarnya hingga wajahnya babak belur, lalu merampas kameranya. Ternyata di kamera itu tersimpan banyak berkas video pria-pria yang sedang buang air, mandi, atau masturbasi di dalam toilet. DIMAS merasa ingin muntah saat menontonnya dan langsung menghapus semua berkas video itu. Ia lalu pergi meninggalkan toilet dan menghampiri taksinya yang terparkir di halaman pom bensin.
DIMAS melihat ada UCOK, seorang pemuda yang tak dikenalnya, berdiri di sebelah taksinya, sambil membaca Koran Harian Mahaka. Entah apa isi tas ranselnya yang terlihat begitu berat di punggungnya itu.“Apa kau sopir taksinya?”“Benar.”“Kalau begitu, tolong antar aku ke Marmara. Usahakan jangan lewat jalan protokol. Karena aku sedang menghindari polisi.”DIMAS mengangguk dan langsuk masuk ke dalam taksinya, begitu juga dengan UCOK yang langsung masuk dan duduk di jok depan, sebelah jok kemudi.“Kenapa anda tak duduk di jok belakang?”Tanya DIMAS, penasaran, sambil menghidupkan mesin taksinya.“Tidak. Aku lebih suka duduk di depan.”Jawab UCOK, dengan wajah berkeringat, sambil duduk memangku tas ranselnya begitu erat. Ia lalu membuang korannya ke jok belakang. DIMAS sempat melirik tas ransel yang dirangkul UCOK, dan penasaran dengan apa isinya. Tapi DIMAS tak berani menanyakannya. Ia pun menjalankan taksinya menuju Marmara.Sepanjang perjalanan, UCOK terus mengoceh tentang aksi perampokan di taksi akhir-akhir ini di kota Delta. Kebanyakan korbannya adalah perempuan. Nada bicaranya biasa saja, tapi itu cukup membuat DIMAS tak nyaman, dan tersindir karena DIMAS juga berprofesi sebagai sopir taksi. Dan keadaan seperti itu berakhir ketika taksi yang dikemudikan DIMAS hampir memasuki jembatan sungai Delta.Samar-samar terlihat lampu polisi dari kejauhan. “Sepertinya ada razia di depan sana.” UCOK terlihat panik dan meminta agar DIMAS menghentikan taksinya. DIMAS terlihat kebingungan, “Katanya Anda ingin ke Marmara. Tapi ini masih di Delta. Masih tiga kilometer lagi.”UCOK tak mau tahu. Ia langsung mengeluarkan uang dan membayar argo taksi DIMAS. Setelah itu ia turun dari taksi, dan berlari dengan membawa tas ranselnya, memasuki perkampungan di sebelah kanan jalan. Ekspresinya seperti penjahat yang panik saat melihat polisi.DIMAS tak ambil pusing, karena uang yang diberikan UCOK ternyata lebih dari argo taksinya. Ia pun langsung membawa taksinya berputar balik ke kota Delta.Di tengah perjalanan, taksi yang dikemudikan DIMAS melaju pelan di belakang mobil polisi yang melaju kencang di depannya. Dari belakang terlihat jika polisi itu sedang bersama seorang gadis. Polisi itu lalu menepikan mobilnya di sekitar hutan pinus, dan menyuruh gadis yang ada di dalam mobilnya keluar. Terjadi sedikit keributan. Bahkan Sang Polisi mendorong Si Gadis ke pinggir jalan dengan kasar. Setelah itu sang polisi pergi begitu saja dengan mobilnya.Nama gadis itu MUTIARA, seorang pekerja seks komersial berusia 25 tahun, yang baru saja melayani seorang oknum polisi yang memiliki kelainan Sadomasokis. Karena pelayanan seksual dari MUTIARA kurang memuaskan, polisi itu menurunkannya di tengah jalan tanpa bayaran. Padahal wajah MUTIARA sudah babak belur dihajarnya saat melakukan seks oral sepanjang perjalanan dari Marmara ke Delta. Gadis itu benar-benar rugi, dan sekarang ia ketakutan, karena diturunkan di hutan pinus yang sepi, gelap, dan rawan kejahatan. Sampai akhirnya datang taksi Orange yang dikemudikan DIMAS.
Dengan manisnya, DIMAS menawarkan taksinya untuk mengantar MUTIARA pulang. Gadis itu diam saja, lalu mengeluarkan ponsel berkameranya, dan memotret plat nomor polisi juga nomor pintu taksi itu, dan memunggah fotonya ke media sosial pribadinya. Setelah itu ia baru mau naik ke dalam taksi, dan minta diantarkan ke Distrik Silla, kota Delta.
Sepanjang perjalanan, MUTIARA hanya diam dan melamun. Kepalanya ditempel ke kaca jendela samping, dan matanya terpejam sambil menangis. Diam-diam DIMAS memperhatikanpose MUTIARA saat duduk lewat kaca spion tengah. Gadis itu duduk terlalu ngangkang. Kedua kakinya terbuka, dan paha mulusnya terlihat jelas karena ia mengenakan rok mini yang tipis. Bahkan celana dalamnya yang berwarna merah juga terlihat. Ditambah baju atasnya yang berbebelahan dada rendah. Payudara bagian atasnya terlihat menyembulbesar dan menggoda. Berkali-kali DIMAS menelan ludah dan menahan birahinya. Ia lalu mengambil kamera yang dirampasnya dari remaja punk di toilet pom bensin tadi, dan meletakkannya tersembunyi di dekat jok. DIMAS sengaja merekam MUTIARA dengan kamera itu, sampai akhirnya MUTIARA membuka mata.
MUTIARA menemukan Koran Harian Mahaka milik UCOK yang tertinggal di jok belakang. Gadis itu mengambil dan membacanya. Wajahnya langsung berubah ketakutan saat membaca berita utama di halaman depan, tentang aksi perampokan dan pemerkosaan penumpang wanita di dalam taksi malam di kota Delta. MUTIARA mulai terpengaruh. Muncul ketakutan dan kecurigaan di dalam pikirannya sendiri tentang taksi yang sedang dinaikinya sekarang. Ia pun mencoba untuk membuka pintu yang ada di sebelahnya. Ternyata pintunya terkunci rapat. Ia juga melihat kaca film jendelanya yang begitu gelap. Duapertanda yang sama persis seperti kronologi aksi perampokan dalam taksi di berita yang baru dibacanya di koran.
“Kenapa Mbak?”Tanya DIMAS, sambil menatap MUTIARA dengan begitu tajam lewat kaca spion tengah.“Kenapa pintunya terkunci dan tak bisa kubuka? Ini tidak benar. Cepat hentikan taksinya! Aku turun disini saja!”Balas MUTIARA, panik, sambil mengeluarkan uang untuk membayar argo taksinya.
Setelah itu ia mengeluarkan ponsel dan berusaha menghubungi temannya, namun baterai ponselnya lemah dan akhirnya mati.
“Kita belum sampai. Distrik Silla masih jauh di utara sana.”“Tidak. Aku mau turun disini saja! Hentikan taksinya sekarang juga!”Bentak MUTIARA, marah, takut, sambil berusaha membuka pintu belakang taksinya.Karena pintu itu masih terkunci, MUTIARA akhirnya menggedor-gedor kacanya.“Tolong kendalikan diri Anda…..!”“Berhenti atau aku akan berteriak? Tolong……!”“Mbak ini kenapa?”Bentak DIMAS, marah, lalu menghentikan taksinya di pinggir jalan.“Firasatku berkata ini tidak benar. Sebaiknya aku turun dari taksi ini. Jika kau macam-macam, aku sudah memunggah foto plat nomor juga nomor pintu taksimu ke akun twitterku. Itu artinya ada bukti jika aku pernah naik taksi ini. Kalau sampai terjadi apa-apa dengan diriku, polisi akan mencarimu.”DIMAS terlihat marah, hingga wajahnya memerah dan tegang seperti singa. Ia langsung membuka pintu belakang taksinya. Setelah itu MUTIARA buru-buru turun dari taksi itu dan berlari mencegat taksi lainnya, Taksi Purple, yang kebetulan melintas di depannya.




* * *MUTIARA mengira dirinya sudah selamat setelah keluar dari taksi Orange milik DIMAS, tapi ternyata dia keliru besar. Taksi Purple yang dinaikinya malah membawanya ke taman kota yang sepi dan gelap. Di sana muncul tiga pria berbadan tinggi kekar, yang merupakan kawanan sopir taksi yang dinaiki MUTIARA. Dan mereka adalah pelaku perampokan sekaligus pemerkosaan beberapa penumpang wanita akhir-akhir ini di kota Delta.
“Tolong………!”Teriak MUTIARA, saat berhasil lolos dari cengkraman mereka.MUTIARA berlari menghampiri jalan raya. Kebetulan taksi Orange yang dikemudikan DIMAS melintas. DIMAS pun langsung turun dari taksinya untuk menolong MUTIARA. Setelah itu terjadi perkelahian sengit antara DIMAS melawan empat pria yang berusaha mencelakai MUTIARA. Satu lawan empat bukanlah pertarungan yang imbang. MUTIARA akhirnya ikut campur, dengan mengambil balok kayu dan memukulkannya ke kepala sopir taksi yang akan menusuk punggung DIMAS dengan pisau lipat dari belakang. MUTIARA lalu menarik tangan DIMAS dan mengajaknya kabur, karena tak mungkin DIMAS bisa mengalahkan empat rampok itu. Kaburlah mereka berdua dari taman kota menggunakan taksi Orange milik DIMAS.
Sampai di depan rumah susunnya yang ada di Distrik Silla, MUTIARA mengajak DIMAS ke kamarnya untuk mengobati luka di tangannya. Di kesempatan itu juga MUTIARA meminta maaf karena sudah menuduh DIMAS akan berbuat jahat pada dirinya. Padahal kenyataannya, sopir taksi lain yang mencelakainya, dan DIMAS yang menolongnya.“Tidak semua sopir taksi itu seperti yang disebutkan berita dalam koran.”MUTIARA mengangguk dan mengucapkan terimakasih, sambil memberi DIMAS secangkir kopi. MUTIARA lalu menyalakan televisi. Kebetulan acaranya berita malam, yang sedang menayangkan berita teraktual di kota Delta malam ini.Telah terjadi ledakan bom bunuh diri di depan kantor walikota Marmara, yang diketahui dilakukan oleh seorang pemuda dengan membawa tas ransel berwana hitam. DIMAS tercengang saat menonton berita itu. Ia teringat pada UCOK, pemuda yang membawa tas ransel hitam, yang menumpang taksinya beberapa jam yang lalu.“Ya ampun. Jangan-jangan pemuda itu……!” 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar